Tak Rela Kuliner RI Kalah Pamor

Kuliner masakan Indonesia
Kuliner, Wartanegri - Jika dibandingkan dengan masakan dari negeri tetangga seperti Malaysia, Thailand, atau Vietnam, mungkin masakan Indonesia masih kurang terkenal di Australia. Kini, sejumlah warga Indonesia yang terlibat dalam industri kuliner di Kota Melbourne mencoba mencari tahu penyebab, sekaligus jalan keluarnya.

Mereka sekarang membentuk Indonesian Culinary Association in Victoria (ICAV) yang diketuai Abdul Razak Baswedan, warga Indonesia yang sudah bergelut di bisnis makanan selama 16 tahun di Melbourne, yang kini menyediakan layanan katering.

Menurut Razak, kuliner Indonesia tidak kalah enak dibandingkan masakan-masakan yang banyak ditemukan di restoran-restoran China, Vietnam, Thailand yang ada di Australia. Demikian seperti dikutip dari ABC News Australia (25/1/2018).

"Mungkin masalahnya adalah mereka sudah masuk ke pasar terlebih dahulu, sehingga warga Australia sudah lebih mengenal," ujar Razak kepada Erwin Renaldi dari ABC News.

"Cita rasa Indonesia memang lebih kaya di lidah dibandingkan masakan negara lain, ini sebenarnya bisa diterima lidah Australia asal disesuaikan. Jadi yang enak bagi orang Indonesia, belum tentu enak bagi orang Australia, seperti rujak petis misalnya."

Sementara itu, menurut Ratna, pemilik dari salah satu restoran Indonesia, penyebab mengapa makanan Indonesia kalah pamor adalah karena banyak warga Australia yang tidak mengenal masakan Indonesia.

"Mereka cuma tahu satai, nasi goreng, rendang, karena restoran Indonesia sedikit atau pun banyak yang tutup, sehingga kurang ada inovasi."

Kini Ratna sudah memiliki dua restoran dan akan membuka satu restoran dengan nama yang sama di kawasan sibuk, Flinders St.

"Kebetulan lokasinya ada di bawah hotel, sehingga menu makanan kami akan tersedia juga untuk hotel, sehingga warga dari bangsa lain bisa mencobanya."

Lain halnya dengan yang dialami Dian Bahroelim yang pernah memiliki restoran makanan Padang di kawasan Prahan dan kini sudah ia jual.

"Tantangannya kita selalu ingin selera kita yang diterima oleh orang Australia, padahal orang Australia itu ingin makanan yang segar dan tidak terlalu lama dimasaknya."

Dari pengalaman pribadinya, restoran Indonesia masih membidik konsumen Indonesia, sehingga kurang familiar dengan pangsa pasar Australia.

Kesulitan Menjalankan Restoran Indonesia di Australia
Dian mengaku, pelajaran dari pengalamannya membuka restoran adalah perlu melakukan riset yang kuat soal siapa yang akan menjadi target pelanggannya.

"Target kami waktu itu mahasiswa, sehingga siang ramai tapi malam sepi sekali, kemudian kampus dekat restoran kami juga pindah," ujar Dian yang pernah menjadi Chef de Partie di sejumlah restoran ternama Australia, termasuk Chin Chin.

Selain tingginya biaya sewa, biaya registrasi, dan pajak yang tinggi, Dian mengaku keuntungannya tidak seperti yang diharapkan. Ia memang menawarkan masakan-masakan dengan harga murah.

"Kami waktu itu memiliki standar ganda, karena ingin murah untuk menjangkau mahasiswa, sementara untuk warga lokal Australia mereka memiliki ekspektasi tinggi sehingga cost kami pun lebih tinggi juga."

Hal senada pun disampaikan Razak yang pernah membuka dua restoran Indonesia di kawasan pusat kota Melbourne dan Brunswick.

"Kebanyakan dari kita pemilik restoran Indonesia tidak membidik pasar yang ingin diambil, kebanyakan mengharapkan pelanggan warga Indonesia lagi atau pelajar, ini kurang bisa berhasil karena bagaimana pun kita di Australia."

Tak hanya itu, tantangan lain bagi restoran Indonesia yang ada saat ini adalah masalah kapasitas restoran dan ini berkaitan dengan mahalnya harga sewa tempat.

"Kalau tempat duduk sedikit, katakan hanya 40 orang, maka hanya terisi di jam-jam sibuk. Setelah jam sibuk, jumlah pelanggan berkurang dan susah naik."

Menurutnya, kondisi ini yang perlu diubah, sebagai salah satu upaya menguatkan kuliner Indonesia di Australia.

"Kalau dibandingkan restoran Thailand, kapasitas mereka besar di atas 60 besar, parkirnya juga luas, dan tidak harus di pusat kota. Karena bagi pelanggan yang memiliki uang, mereka punya kendaraan dan kalau tahu restorannya enak, parkir mudah, mereka pasti datang."
Tak hanya itu, Razak pun berpendapat di Australia belum ada restoran Indonesia fine dining, sehingga jika ada tamu negara atau pejabat negara lain yang ingin coba makanan Indonesia, tidak tahu hendak diajak ke restoran mana.@Red